Oleh: indoneshia | Oktober 13, 2007

Awal mula

Awal mula munculnya Madzhab Shiah adalah tatkala Rasulullah SAW meninggal dunia.

Ada beberapa versi mengenai kisah meninggalnya Rasulullah SAW (lihat Detik-Detik Meninggalnya Rasulullah). Namun bukan menjadi concern dari tulisan ini mana yang lebih benar.

Yang menjadi kisah yang sama-sama diakui adalah bahwasanya setelah Rasulullah SAW meninggal dunia, beberapa sahabat utama termasuk Abu Bakar r.a. dan Umar bin Khattab r.a. menghadiri pertemuan di Saqifah Bani Sa’idah (saqifah adalah semacam balai pertemuan atau balairung). Pada pertemuan itu setelah diskusi yang cukup alot (silakan merujuk pada buku-buku sejarah Islam), maka Abu Bakar ra dibaiat menjadi Khalifah.

Kemana kah Ali bin Abi Thalib saat pertemuan di Saqifah Bani Sa’idah itu? Bukankah Ali bin Abi Thalin adalah sosok yang “dipersengketakan” di sini?

Ali bin Abi Thalib tidak menghadiri pertemuan di Saqifah karena beliau dan beberapa sahabat sedang sibuk mengurusi jenazah Rasulullah SAW. Dalam hal ini, Ali bin Abi Thalib lah yang memandikan, mengkafani dan mengkuburkan jenazah Rasulullah SAW.

Inilah awal mula perselisihan di antara Umat Islam dan munculnya fitnah-fitnah di kemudian hari.

Kamu Sunni berkeyakinan bahwa Rasulullah SAW tidak meninggalkan petunjuk yang jelas mengenai siapa yang menggantikan beliau sebagai Khalifah (pimpinan politik dan spiritual/keagamaan) sesuah beliau meninggal. Selain itu kaum Sunni juga meyakini bahwa Rasulullah SAW telah memberikan tanda-tanda menganai siapa pengganti beliau misalnya dengan penunjukan Abu Bakar ra sebagai imam shalat atau ada juga yang meyakini bahwa Rasulullah SAW menyerahkan kepada umat dengan mekanisme “demokrasi” tentang pemilihan khalifah ini.

Sementara kaum Shiah meyakini bahwa Ali bin Abi Thalib lah yang ditunjuk oleh Rasulullah SAW sebagai penggantinya melalui hadist yang terkenal, yakni Hadist Tsaqalain, hadist mengenai penunjukan Ali bin Abi Thalin kw di Ghadir Khum. Bahkan dikisahkan Umar bin Khattab juga memberikan ucapan selamat atas penunjukan ini.

Pertanyaan yang layak untuk diajukan adalah sbb:

1. Sebagaimana kita akui bersama (termasuk juga diakui oleh sarjana non-muslim/barat) bahwasanya Rasulullah SAW adalah seorang nabi, manajer, negarawan, pemimpin spiritual, dan panglima perang. Apakah mungkin seorang dengan karakter sedemikian kuat dan visioner, tidak memberikan arahan yang jelas (sejelas-jelasnya) untuk suatu masalah yang sedemikian penting (kepemimpinan umat Islam)?

2. Apakah layak seorang sahabat, sepenting apapun masalah yang diurusinya, meninggalkan upacara pemakaman Rasulullah SAW (tidak memandikan, tidak mengkafani dan tidak menshalatkan, memberi penghormatan terakhir) , orang yang telah mengorbankan hampir apa pun yang dimilikinya untuk keperluan umat Islam, dan menyelamatkan umat Islam, termasuk para sahabat tentu, dari api neraka?

Mungkin ada pertanyaan, mengapa Abu Bakar ra dan Umar bin Khattab ra akhirnya tidak mengikuti perintah Nabi SAW? Jawaban sementara di tulisan ini adalah bahwa ada kemungkinan Abu Bakar ra dan Umar bin Khattab ra menganggap Ali bin Abi Thalib masih terlalu muda saat itu. Pada saat Rasulullah meninggal dunia, Ali bin Abi Thalib ra masih berusia sekitar 34 tahun. Bandingkan dengan umur Abu Bakar ra yang sudah 60 tahunan atau Umar bin Khatab 51 tahun.

Referensi: http://id.wikipedia.org/wiki/Ali_bin_Abi_Thalib

Oleh: indoneshia | Oktober 13, 2007

Pembukaan

1. Latar Belakang

Permusuhan, saling curiga di antara dua mazhab besar Islam, Sunni dan Shiah telah berlangsung berabad-abad. Dapat dikatakan, dua madzhab ini lahir sejak kelahiran Islam sendiri tepatnya dimulai ketika Rasulullah SAW meninggal.

Tak terhitung korban yang ada di kedua belah pihak yang menyebabkan wajah Islam menjadi sedemikian tercoreng.

Padahal keduanya memiliki akar yang sama, yakni Alquran dan Nubuwwah Nabi Muhammad SAW.  Perseteruan kedua madzhab ditambah dengan pertikaian politik di antara keduanya berlangsung hingga kini dengan korban yang terus bertambah.

2. Maksud dan Tujuan

Maksud dibuatnya blog ini adalah menjadi sarana untuk memberikan saling pengertian di antara kedua madzhab. Khususnya dikarenakan di Indonesia sebagian besar pemeluk agama Islam adalah bermadzhab Sunni (Ahlus Sunnah wal Jamaah) maka arah tulisan-tulisan memang lebih mengarah pada pembahasan madzhab Shiah sehingga diharapkan kaum muslimin dari kalangan Sunni mendapatkan sudut pandang yang lebih baik.

Sedangkan tujuannya adalah persatuan Islam dan kaum muslimin sehingga kejayaan Islam dapat kembali diraih.

Semoga Allah SWT meridloi langkah kita .. Amin ya Robbal ‘alamin.

Oleh: indoneshia | Oktober 13, 2007

Hello world!

Selamat Datang di Indoneshia. Semoga dapat menjadi lahan belajar bersama!

Kategori